Jumat, 16 Desember 2011

BAHASA LAMPUNG

Bahasa Lampung adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.
Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.
Aksara Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Aksara Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Aksara Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Aksara Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka, dan tanda baca. Aksara Lampung disebut dengan istilah Ka-Ga-Nga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua dilek. Pertama, dialek A yang dipakai oleh ulun Melinting-Maringgai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk, Pesisir Semaka, Pesisir Krui, Belalau dan Ranau, Komering, dan Kayu Agung (yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, dialek O yang dipakai oleh ulun Abung dan Menggala/Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:
  1. Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
  2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
  3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
  4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
  5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
  6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
  7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan.
B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:
  1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Lampung Selatan meliputi desa Muaraputih dan Negararatu. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung meliputi kelurahan Labuhanratu, Gedungmeneng, Rajabasa, Jagabaya, Langkapura, dan Gunungagung (kelurahan Segalamider).
  1. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.

Etimologi Bahasa Lampung

Bahasa Lampung dilom Manuskrip Lampung kuno Kitab Kuntara Raja Niti tisebutkon sebagai Bahasa Sanga Alam Raya Sai Paling Agung tisingkat jadi Bahasa Lampung. Bahasa Lampung termasuk bahasa sai paling helau, paling lalak, paling santun, paling metokh, paling buyun, paling pahik, paling keroq, paling taboh, paling ngekhibol, paling bangik, paling lamon, paling pekhos, sekaligus paling mak nyos sanga alam semesta khik alam barzah.

Penutur Bahasa Lampung

Bahasa Lampung dipakai, digunakon, dicawakon jama unyinni makhluk sai mehengas sanga jagat sai tinggal dilom way, diunggak way, dilom tanoh, diunggak tanoh, dibah langit khik diunggak langit. Khangni Pengguna Bahasa Lampung letakni wat di Planet Lampung sai asal muasalni anjak Gunung Pesagi (Gunung tertinggi di Planet Lampung), planet sinji letakni di Galaksi Sekala Brak. Daerah daerah diplanet sinji yadodia seluruh Propinsi Lampung, daerah tengah khik selatan Palembang khik pantai barat Banten. Bahasa Lampung terutama paling tirekomendasikon untuk kegunaan ngerayu muli, ngupok ulun, ngejahaljahalkon puakhi terutama tianjurkon cawa cawa tenggalan pakai Bahasa Lampung palas mekik mekik, lalang lalang khik ngelahay.

Sastra Lampung

Sastra Lampung adalah sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat.

Sastra lisan

Sastra lisan Lampung menjadi milik kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung.

Jenis Sastra Lisan Lampung

A. Effendi Sanusi (1996) membagi sastra lisan Lampung menjadi lima jenis: peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.

Sesikun/Sekiman (Peribahasa)

Sesikun/Sekiman adalah bahasa yang memiliki arti kiasan atau semua bahasa berkias. Fungsinya sebagai alat pemberi nasihat, motivasi, sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan, atau pemanis dalam berbahasa.
Contoh 1: Di kedo biduk teminding, di san wai tenimbo.
Artinya: Pandai-pandailah membawa diri, bersikaplah sesuai dengan adat-istiadat setempat.
Contoh 2: Dang happuk di kemutik, beguno ki gayah.
Artinya: Jangan meremehkan orang yang tidak punya atau orang bodoh; siapa tahu dalam keadaan 
             tertentu justru mereka yang bisa membantu.

Seganing/Teteduhan (Teka-Teki)

Seganing/Teteduhan adalah soal yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran.
Contoh: Sanak sangomuaghei lapah di sabah. Makai kawai besei, kepiahno adek bah. Nyokidah?


Memang (Mantra)

Memang adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib: dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dan sebagainya.

Warahan (Cerita Rakyat)

Warahan adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite, atau semata-mata fiksi.

Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya (A. Effendi Sanusi, 1996).

[sunting] Bentuk-Bentuk Puisi Lampung

Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi Lampung: paradinei/paghadini, pepaccur/pepaccogh/wawancan, pattun/segata/adi-adi, bebandung, dan ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang.

Paradinei/Paghadini

Paradinei/paghadini adalah puisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan (A. Effendi Sanusi).
Contoh1:
Penano cawono pun, tabik ngalimpuro.
             Sikam jo keno kayun, tiyan sai tuho rajo.
             Ki cawo salah susun, maklum kurang biaso.
Sikam nuppang betanyo, jamo metei sango iringan.
             Metei jo anjak kedo, nyo maksud dan tujuan.
             Mak dapek lajeu di jo, ki mak jelas lapahan.

Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan

Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi, yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok)
Sudah menjadi adat masyarakat Lampung bahwa pada saat bujang atau gadis meninggalkan masa remajanya, pasangan pengantin itu diberi adek/adok sebagai penghormatan dan tanda bahwa mereka sudah berumah tangga. Pemberian adek/adok dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah ngamai adek/ngamai adok (jika dilakukan di tempat mempelai wanita), nandekken adek dan inei adek/nandokko adok ghik ini adok (jika dilakukan di tempat mempelai pria), dan butetah/kebaghan adok/nguwaghkon adok (di lingkungan Lampung Sebatin).

Contoh :
Assalamualaikum sinji pembukak kata mahaf jama penuntun sikam haga bucekhita cekhita ampay sanik tisanik bingi sinji sani'an sanak sakik kekalau kuti bahagia gelakhne ............. anjak pekon ............. bingi hinji lagi senang sekhta bahagia lain moneh tipugampang astawa dipumudah adokne sanak sinji yakdo lah ............ dst.

Pattun/Segata/Adi-Adi

Pantun/Segata/Adi-Adi adalah salah satu jenis puisi Lampung yang di kalangan etnik Lampung lazim digunakan dalam acara-acara yang sifatnya untuk bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi nyambai, miyah damagh, kedayek.
Contoh pattun/segata:
Bukundang Kalah Sahing
Numpang pai nanom peghing
Titanom banjagh capa
Numpang pai ngulih-ulih
Jama kutti sai dija
Adek kesaka dija
Kuliak nambi dibbi
Adek gelagh ni sapa
Nyin mubangik ngughau ni
Budaghak dipa dinyak
Pullan tuha mak lagi
Bukundang dipa dinyak
Anak tuha mak lagi
Payu uy mulang pai uy
Dang saka ga di huma
Manuk disayang kenuy
Layau kimak tigaga
Nyilok silok di lawok
Lentera di balimbing
Najin ghalang kupenok
Kidang ghisok kubimbing
Kusassat ghelom selom
Asal putungga batu
Kusassat ghelom pedom
Asal putungga niku
Kughatopkon mak ghattop
Kayu dunggak pumatang
Pedom nyak sanga silop
Min pitu minjak miwang
Indani ghaddak minyak
Titanom di cenggighing
Musakik kik injuk nyak
Bukundang kalah sahing
Musaka ya gila wat
Ki temon ni peghhati
Ya gila sangon mawat
Niku masangkon budi
Ali-ali di jaghi kiri
Gelang di culuk kanan
Mahap sunyin di kutti
Ki salah dang sayahan
Terjemahannya:
Pacaran Kalah Saingan
Numpang menanam bambu
Ditanam dekat capa
Numpang bertanya
Kepada kalian di sini
Adik kapan kemari
Kulihat kemarin sore
Nama adik siapa
Agar enak memanggilnya
Berladang dimana aku
Hutan tua tiada lagi
Pacaran dengan siapa aku
Anak tua tiada lagi
Ya uy pulang dulu uy
Jangan lama-lama di ladang
Ayam disayang elang
Kacau kalau tak dicegah
Melihat-lihat di laut
Lentera di balimbing
Walau jarang kulihat
Tapi sering kuucap
Kucari ke dasar gelap
Asal bersua batu
Kucari hingga ke tidur
Asal bersua denganmu
Kurebahkan tak rebah
Kayu di ujung pematang
Sejenak aku tertidur
Tujuh kali terbangun menangis
Layaknya ghaddak minyak*
Ditanam di lereng bukit
Betapa derita kurasakan
Pacaran kalah saingan
Sudah lama sebenanya ada
Kalau memang lebih perhatian
Ya memang tidak
Kau menanam budi
Cincin di jari kiri
Gelang di kaki kanan
Maaf semuanya kepada kalian
Kalau salah jangan mengejek
  • nama pohon untuk pelindung tanaman kopi

Bebandung

Bebandung adalah puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau ajaran yang berkenaan dengan agama Islam.

Ringget/Pisaan

Ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, atau kedayek), senandung saat meninabobokan anak, dan pengisi waktu bersantai.

[sunting] Sastra modern Lampung

Sebagaimana Melayu di Sumatra pada umumnya, Suku Lampung sangat kental dengan tradisi kelisanan. Pantun, syair, mantra, dan berbagai jenis sastra berkembang tidak dalam bentuk keberaksaraan, sehingga wajar jika memiliki pola-pola sastra lama yang serupa sebagai ciri dari kelisanan itu.
Tidak seperti sastra Jawa, Sunda, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra modern, sastra modern berbahasa Lampung baru bisa ditandai dengan kehadiran kumpulan sajak dwibahasa Lampung Indonesia karya Udo Z. Karzi, Momentum (2002). 25 puisi yang terdapat dalam Momentum tidak lagi patuh pada konvensi lama dalam tradisi perpuisian berbahasa Lampung, baik struktur maupun dalam tema. Dengan kata lain, Udo melakukan pembaruan dalam perpuisian Lampung sehingga ada yang menyebutnya "Bapak Puisi Modern Lampung".


Kamis, 15 Desember 2011

TEMPAT WISATA DI LAMPUNG

Keindahan Pantai Mutun Lampung
Pantai Mutun dengan Pulau Tangkil di Lampung memberi keindahan alam dan laut yang bersih.
Pantai Mutun
Letaknya yang berada di bagian selatan Pulau Sumatra, menjadikan Propinsi Lampung dikelilingi laut dan selat. Tidak mengherankan, jika banyak wisata alam pantai dapat Anda temui di propinsi ini. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta membuat pantai-pantai di Lampung menjadi salah satu alternatif wisata yang ramai dikunjungi. Salah satunya adalah Pantai Mutun
info Wisata Pantai Lainnya :
Info Wisata Terkait :

Pantai Mutun

Pantai Mutun, merupakan salah satu pantai di Propinsi Lampung yang mudah dicapai. Letaknya tidak jauh dari Bandar Lampung, yang merupakan kota yang berkembang di propinsi ini serta memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Jika Anda singgah ke Bandar Lampung, Anda dapat menikmati berbagai permainan dan keindahan pantai di Pantai Mutun.
Untuk mengunjungi pantai ini, Anda harus menempuh jarak sekitar 25 km dari Bandar Lampung. Di samping kiri kanan menuju Pantai Mutun, pepohonan yang hijau menjadi penghias dari jalanan yang terbilang cukup baik. Sebuah petunjuk di jalan utama akan menjadi penanda jika Anda harus berbelok untuk mencapai pantai ini. Dari jalan raya, kini jalan tanah dengan bebatuan harus dilewati untuk mencapai Pantai ini. Jarak yang harus ditempuh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 1 km.
Setelah membayar tiket masuk, kini Anda dapat menikmati suasana pantai yang ramai. Naik perahu, kano, banana boat atau berenang adalah aktivitas asyik yang biasa dilakukan di pantai, termasuk di pantai ini. Aktivitas memancing bersama keluarga atau untuk menyalurkan hobi juga dapat dilakukan di tempat ini. Peralatan memancing atau perahu dapat disewa untuk melakukan aktivitas ini.

Keindahan Pantai Mutun

Yang menarik dari Pantai Mutun adalah pasir pantai yang putih, berbeda dengan pantai yang ada di sebagian pulau Jawa. Jadi jika Anda ingin menikmati pantai dengan pasirnya yang putih, Pantai Mutun dapat menjadi salah satu pilihan, mengingat lokasinya yang tidak terlalu jauh untuk pengunjung yang berasal dari Jakarta atau daerah Jawa Barat yaitu di Lampung.
Air laut tergolong bersih dan jernih menarik banyak mengunjung untuk bermain lebih jauh dari pantai. Ombak laut di Pantai Mutun cukup tenang sehingga cukup aman untuk pengunjung yang ingin menceburkan diri di laut Jika Anda hanya ingin bersantai-santai, ada gubuk-gubuk yang untuk berteduh yang biasa digunakan pengunjung untuk duduk-duduk atau tidur-tiduran ditiup angin pantai yang sepoi-sepoi. Anda juga dapat merasakan ketenangan karena air laut yang biru dan jernih serta hamparan pasir putih ditambah hijaunya pulau yang ada di seberang pantai ini membentuk pemandangan alam yang indah yang layak dikunjungi.

Pulau Tangkil

Tidak jauh dari pantai ini terdapat pulau yang terlihat hijau dan terasa asri untuk dikunjungi. Untuk mendatangi pulau ini, Anda dapat naik perahu dengan membayar biaya per orang. Tidak dibutuhkan waktu terlalu lama untuk berkunjung ke pulau yang dikenal dengan Pulau Tangkil. Anda dapat beristirahat dengan lebih nyaman karena suasana yang rimbun dan cukup hening di pulau ini. Air laut juga lebih bersih sehingga cocok untuk berenang, bahkan Anda dapat melihat ikan-ikan yang berenang di dekat pantai.
Setelah lelah melakukan aktivitas di pantai, Anda dapat mencicip makanan dari tempat makan yang ada di pantai ini. Di sekitar ini juga tersedia penginapan dengan harga yang tidak mahal. Pantai Mutun, di Lampung, dengan pasir putih dan kejernihan air laut akan membuat para wisatawan tidak akan melupakan pantai ini.
http://kumpulan.info/wisata/tempat-wisata/53-tempat-wisata/354-pantai-mutun-lampung.html

Wisata Tempat Pantai Bagus

Pantai Bagus - Kab. Lampung SelatanPantai Bagus memang tidak seramai pantai-pantai yang lain, namun jumlah pengunjung yang tidak terlalu banyak kadang membuat suasana jadi lebih asri, kita bisa leluasa menikmati pesona alam. Pantai Bagus yang letaknya satu kilometer dari Jalan Lintas Sumatera atau 8 km dari Kota Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan ini masih sepi pengunjung. Pengelola Pantai Bagus memang belum gencar melakukan promosi. Fasilitas serta permainannya juga belum ada. Maka tak heran bila tak banyak orang yang tahu tentang pantai Bagus.

Air paling jernih di pantai ini dapat dijumpai di musim kemarau. Berbeda dengan musim hujan yang sering membawa sampah dan mengeruhkan air pantai. Sampah-sampah tersebut dibawa oleh muara sungai yang tak jauh dari situ. Beberapa keluarga yang tinggal di daerah Kalianda sering membawa keluarganya berwisata ke pantai Bagus. Di sini murah dan sepi, sehingga suasananya lebih rileks dibandingkan tempat wisata lain yang hiruk pikuk. Meski sudah memasang tarif, pengelola pantai masih belum memikirkan pentingnya kebersihan pantai. Fasilitas penunjangnya juga belum disediakan. Meski begitu, tempat ini cukup layak untuk dijadikan ajang wisata Anda selanjutnya bersama keluarga.
Sumber : http://www.lampungselatankab.go.id

Wisata Tempat Air terjun Curup Gangsa

Curup Gangsa - Kab. Way KananAir terjun Curup Gangsa terletak di Dusun Tanjung Raja Desa Kota Way Kecamatan Kasui. Air terjun berasal dari patahan sungai Way Tangkas yang mengalir dari Bukit Punggur menuju Desa Tanjung Kurung dan Desa Lebak Peniangan. Obyek Wisata ini dapat di capai dengan menggunakan kendaraan roda empat dengan jarak tempuh 10 km dari Kecamatan Kasui atau 40 Km dari Blambangan Umpu, Ibukota Kabupaten Way Kanan.

Air terjun ini bersumber dari patahan sungai Way Tangkas yang mengalir dari relung-relung punggung bukit punggur meliuk-liuk melalui dusun Tanjung Kurung Lebak Paniangan, dengan ketinggian mencapai 50 meter, sering di selimuti kabut dan belaian desir angin semilir berterbangan membawa embun yang sejuk menambah suasana semakin alami.

Pada saat tengah malam dalam suasana sepi sering terdengar suara gemerincing bagaikan suara seluring Gangsa, konon dari suara inilah nama Curup gangsa oleh masyarakat sekitar menjadi nama objek wisata. Selain Curup Gangsa, Way Kanan mempunyai beberapa air terjun yang terletak di Kecamatan Banjit yaitu Air Terjun Bukit Duduk, Air Terjun Putri Malu dan Air Terjun Juku Batu.
Sumber : http://www.lampungprov.go.id

Wisata Tempat Taman Nasional Way Kambas

Taman Nasional Way Kambas merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera.

Jenis tumbuhan di taman nasional tersebut antara lain api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus).

Taman Nasional Way Kambas memiliki 50 jenis mamalia diantaranya badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.
 Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah (9 km dari pintu gerbang Plang Ijo) dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah. Pada pusat latihan gajah tersebut, dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah main bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi lainnya.
          Pusat latihan gajah ini didirikan pada tahun 1985. Sampai saat ini telah berhasil mendidik dan menjinakan gajah sekitar 290 ekor.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:Pusat Latihan Gajah Karangsari. Atraksi gajah. Way Kambas. Untuk kegiatan berkemah.Way Kanan. Penelitian dan penangkaran badak sumatera dengan fasilitas laboratorium alam dan wisma peneliti.Rawa Kali Biru, Rawa Gajah, dan Kuala Kambas. Menyelusuri sungai Way Kanan, pengamatan satwa (bebek hutan, kuntul, rusa, burung migran), padang rumput dan hutan mangrove.

Atraksi budaya di luar taman nasional:Festival Krakatau pada bulan Juli di Bandar Lampung.Musim kunjungan terbaik: bulan Juli s/d September setiap tahunnya.

Cara pencapaian lokasi: Bandar Lampung-Metro-Way Jepara menggunakan mobil sekitar dua jam (112 km), Branti-Metro-Way Jepara sekitar satu jam 30 menit (100 km), Bakauheni-Panjang-Sribawono-Way Jepara sekitar tiga jam (170 km), Bakauheni-Labuan Meringgai-Way Kambas sekitar dua jam.
http://www.lampungprov.go.id

Wisata Tempat Menara Siger

Menara Siger - Kab. Lampung SelatanMenara Siger merupakan Prasasti Titik Kilomer nol jalan lintas Sumatera dan menjadi penanda bahwa ini adalah pintu gerbang pulau Sumatera, tentu ini akan menjadi catatan sejarah yang telah diresmikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Lampung pada tanggal 29 Mei 2009. Menara Siger dengan bentuk architecture crawn yang indah berwana kuning dapat dilihat dari jauh ketika kapal akan berlabuh di pelabuhan Bakauheni baik pagi maupun malam hari dengan lampu sorot dan sekaligus dijadikan menara lampu oleh kapal – kapal yang akan merapat di pelabuhan. Di puncak menara, ada payung tiga warna (putih-kuning-merah) sebagai simbol tatanan sosial masyarakat Lampung Bila akan melintas jalan darat menuju Sumatera dari Jakarta dan sebaliknya, tentu tak seorang pun tidak melewati dan melihat Menara Siger yang kini menjadi icon Propinsi Lampung. Menara yang mengusung adat budaya Lampung dan sekaligus landmark dari kawasan Bakauheni didalamnya menara Siger terdapat bangunan utama dan terdapat Prasasti Kayu Are sebagai simbol pohon kehidupan bagi masarakat Lampung, ini membuat Menara Siger menjadi mahkota budaya kehidupan masyarakat.

Menara Siger sebagai karya besar dan sekaligus dapat menjadi representasi tonggak pembangunan menuju pembangunan dan karya yang besar bagi daerah propinsi Lampung, bila melihat menara Siger akan terbayang sebuah mahkota yang dibangun disebuah bukit dan orang sudah mennginterprestasikan bahwa bangunan tersebut mengrepresentasikan simbol budaya Lampung, dimana di atas puncak terdapat tiga buah payung berwarna putik – kuning dan merah sebagai simbol tatanan sosial masyarakat Lampung, dan di menara Siger terdapat ada tower yang dapat melihat panorama laut yang bermakna profan.
Sumber : http://www.lampungprov.go.id

Tempat Wisata di Lampung

Posted by Ujie Caprone | Wisata | Monday 28 November 2011 17:54
Bandar Lampung merupakan sebuah kota madya dan sekaligus ibukota Provinsi Lampung, hasil penggabungan Kota Tanjungkarang dan Teluk Betung. Bandar Lampung adalah pintu gerbang utama angkutan darat ke Pulau Sumatera dari Pulau Jawa. Berikut Objek wisata yang bisa anda kunjungi di Lampung:
1. Air Terjun Sukadana Ham

Tempat Wisata Bandar Lampung di Kelurahan Sukadana Ham, Kecamatan Tanjungkarang Barat, dengan ketinggian air terjun sekitar 10 m.
2. Monumen Krakatau

Tempat Wisata Bandar Lampung di Taman Dipangga, di Jl. W.R. Supratman Telukbetung, berupa rambu laut seberat setengah ton yang terlempar akibat tsunami setinggi 30 m setelah letusan Gunung Krakatau pada 1883.
3. Museum Negeri Ruwa Jurai

Tempat Wisata Bandar Lampung di jalan Z.A. Pagaralam, 5 km dari pusat Kota Tanjungkarang, 400 m dari terminal bus Rajabasa, dengan koleksi keramik Siam dan China jaman Dinasti Ming, stempel dan mata uang kuno jaman Belanda, serta koleksi arkeologi, biologi, etnografi, dan geologi.
4. Pantai Hiburan Duta Wisat

Tempat Wisata Bandar Lampung di Jl. Laks. Martadinata, 5 km dari Kota Telukbetung, dengan air jernih, panorama indah dan pondok di sepanjang pantai.
5. Pulau Kubur

Tempat Wisata Bandar Lampung di Kecamatan Telukbetung Barat, ditempuh selama 10 menit dengan naik perahu motor, dengan kuburan tua berusia 200 tahun.
6. Rumah Adat Lampung Olok Gading

Tempat Wisata Bandar Lampung di Kelurahan Negeri Olok Gading, Kecamatan Telukbetung Barat, yang merupakan Rumah Adat Lampung Pesisir.
7. Taman Wisata Bumi Kedaton Batu Putuk

Tempat Wisata Bandar Lampung yang sangat terkenal sebagai penghasil durian, manggis, duku, pisang dan palawija, pada ketinggian 700 – 900 mdpl, dengan sarana rekreasi, rumah khas Lampung, cottage, perkemahan, naik gajah, naik kuda, jembatan gantung, dan koleksi satwa.
8. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman

Tempat Wisata Bandar Lampung di sebelah Barat Kota Tanjungkarang, merupakan kawasan Hutan Lindung pada ketinggian 250 mdpl, yang sesuai untuk pendakian, berkemah, dan menikmati suasana hutan.







Jumat, 09 Desember 2011

ulun lampung


(Kebudayaan) Lampung di Mata Pendatang*

-- Isbedy Stiawan ZS**

SEBENARNYA kekhawatiran seperti ini sehingga berulang dilaksanakan seminar sudah lama muncul. Dalam berbagai diskusi tentang kebudayaan Lampung yang seakan tidak menjadi tuan di rumah sendiri sering dilontarkan. Tetapi selalu saja, (kebudayaan) Lampung tetap “tersisih” dan seperti (di)marginal(kan) di antara kebudayaan-kebudayaan lain di daerah ini: Minang, Batak, Bali, Banten, dan belakangan marak dari komunitas Tionghoa (Cina).

Kalau ada kebudayaan yang kurang menonjol—bahkan nyaris tenggelam oleh kebudayaan yang datang—di rumahnya sendiri, mungkin adalah (hanya) Lampung. Orang Betawi yang ditengarai hanya menempati pinggiran Jakarta, namun laku dan bahasa Betawi tetap hidup bahkan mewarnai penduduk Jakarta. Terlebih pendatang, merasa belum menginjak Jakarta dan menetap, jika tidak berlaku dan berbahasa Betawi. Bahasa (logat) dan laku Betawi yang terbuka merembes hampir ke daerah-daerah di Tanah Air.

Anehnya, bahasa (dielek) dan laku dari kebudayaan Lampung justru hanya berlangsung di komunitas orang Lampung. Karena itu pula, tamu yang berkunjung ke Lampung seperti kehilangan untuk menandai kebudayaan Lampung. Sebaliknya yang dijumpai ialah kebudayaan di luar etnis Lampung.

Sejak Bakauheni pendatang tidak disuguhi kekhasan nuansa kebudayaan Lampung. Di Terminal Rajabasa, kecuali kecemasan, tak ada penanda bahwa pendatang sudah tiba di sini. Bahkan di pasar-pasar—terutama Bambukuning—yang sampai di telinga adalah dialek dan kekhasan orang Minang, begitu pula di stasiun kereta api. Belum lagi apabila pendatang menginap di hotel-hotel yang tersebar di Bandar Lampung, betapa tak dijumpai penanda bahwa ia sedang berada di Bumi Ruwa Jurai.

Dari fenomena di atas, wajar jika warga Lampung beretnis Lampung menjadi cemas. Mungkin tak lama lagi, seperti diasumsikan para pakar, bahasa Lampung akan punah karena ditinggalkan penggunanya. Sebenarnya, catatan para pengamat bahasa daerah pada Seminar Bahasa-Bahasa Daerah di Hotel Marcopolo tahun lalu, ada banyak bahasa daerah dikhawatirkan tidak (lagi) digunakan sehingga hilang.

Ini dari soal bahasa. Lampung yang punya 2 dialek bahasa yang sangat berbeda dan sulit dicari persamaan, tampaknya cuma dipakai oleh komunitas masing-masing. Dialek nyow dipakai komunitas pepadun dan api hidup di masyarakat saibatin sulit diapresiasi masyarakat di luar Lampung, meskipun lahir dan besar di Bumi Ruwa Jurai. Jika hal ini kita tanyakan kepada masyarakat etnis Lampung, jawaban yang didapat karena “keterbukaan” orang Lampung kepada pendatang (tamu). Persoalan yang sama berbeda pada daerah-daerah lain, semisal Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, Jawa, Bali, maupun Makasar serta Papua.

Muatan lokal sudah dilaksanakan di sekolah, dari jenjang SD hingga SMA, tapi kenyataan di masyarakat berapa banyak yang mampu menggunakan bahasa Lampung secara mahir—baik berdialek api maupun nyow. Generasi muda, terutama remaja, dalam percakapan sehari-hari lebih suka dan merasa bangga memakai bahasa gaul (Jakarta/Betawi?) dan atau dialek yang “diviruskan” buku-buku teenlit dan chicklit ketimbang bahasa Lampung.

Muatan lokal di sekolah-sekolah sebenarnya bisa dijadikan basis pengembangan dan pemanfaatan bahasa Lampung secara luas. Sayangnya, belum adanya kesepakatan tentang dialek yang akan dipakai. Apakah dialek nyow ataukah api. Bayangkan jika anak-anak SD, kelas 1, harus “dipaksa” memahami dua dielak pada saat bersamaan.

Kurikulum di sekolah juga mengajarkan bagaimana anak didik hanya bisa menulis ke dalam bahasa Lampung. Dan, bukan menulis percakapan dengan bahasa Lampung dalam bahasa dan aksara Lampung. Sehingga anak didik tidak mahir bercakap-cakap dalam bahasa Lampung. Aksara Lampung, sejatinya dibanggakan karena hanya sedikit aksara dimiliki di Indonesia, hanya dikenalkan dan bukan dipakai.

Entah disebabkan etnis Lampung yang minoritas membuat penggunaan bahasa sulit disosialisasikan atau karena “keterbukaan” masyarakat etnis Lampung yang pada tataran tertentu kerap berbahasa Indonesia jika berkomunikasi dengan masyarakat nonetnis Lampung. Selain itu kurangnya kesadaran dari masyarakat Lampung—beretnis Lampung dan etnis lain—menjadikan bahasa Lampung sebagai bahasa komunikasi. Asumsi lain, bahwa Lampung mempunyai 2 dialek bahasa yang amat berbeda membuat keduanya sulit bertransformasi secara luas.

Saya tidak sepakat kalau Lampung sebagai Indonesia mini hanya disebabkan beragam etnis ada di daerah ini. Saya juga menolak jika Lampung sebagai bagian barat dari Jakarta, sebab di sini tumplek berbagai suku dari banyak etnis. Cara pandang seperti itu menunjukkan pesimistis yang membuat kita enggan melakukan perubahan.

Kita maklumi kebudayaan adalah penanda, karena itu harus ada kesadaran untuk menjaga supaya penanda itu tidak lenyap. Apakah masih disebut Lampung jika aksara (dan bahasa), adat, dan budaya tidak lagi dikenali? Tantangan ke depan, saat ini saja ketika arus globalisasi sudah memasuki hingga ke ruang-ruang paling privasi, arus budaya asing dan budaya-budaya dari etnis nonLampung semakin mewarnai, maka yang harus dilakukan ialah merumuskan strategi pelestarian seluruh aset kebudayaan Lampung. Adapun maksud strategi pelestarian, menurut Dr. Khaidarmansyah, pelestarian ialah perlindungan (melindungan), pengembangan (mengembangkan), dan pemanfaatan (memanfaatkan). Sehingga pelestarian kebudayaan berarti (1) mempertahankan bentuk-bentuk lama yang sudah pernah ada, (2) menjadikan kebudayaan yang bersangkutan tetap ada dan tetap hidup dengan peluang perubahannya sesuai dengan perkembangan zaman.

Sejatinya masyarakat Lampung—terutama etnis Lampung—menyadari segera sebelum benar-benar punah seperti yang diperkirakan para pakar tentang kekayaan budaya yang dimiliki Lampung. Banyak yang bisa digali dan dilestarikan, misalnya dadi (sastra tutur) untuk sekadar menyebut yang kini hanya seorang Masnuna yang nyatanya sudah pula uzur kalau tidak ada dan menyiapkan penerus penuturnya, akan punah pula. Sayangnya Masnuna sudah tidak bisa bepergian jauh untuk “ditanggapi”, sedangkan penerusnya belum lagi lahir dan semahir Masnuna.

Masnuna jelas punya “nilai jual” dan dadinya mampu memikat orang di luar etnis Lampung. Meskipun boleh jadi mereka tidak bisa mengerti dan memahami syair-syair dalam bahasa Lampung sangat puitik dan bernilai sastra tinggi. Tetapi, menyedihkan (kalau) ternyata ada (lembaga) yang hendak “menjual” dan mengeruk keuntungan dari Masnuna. Sebab, sampai kini—semoga masih hidup—Masnuna hidup dalam kemelaratan di pedalaman Lampung Tengah.

Tetapi kita kerap lalai. Kita latah pada pemerintah yang tidak menempatkan kebudayaan sebagai bagian integritas pembangunan, bersanding dengan program-program pembangunan yang ada. Masalah kebudayaan, sejak pemerintah Orde Lama yang dilakukan setengah-setengah, sampai puncaknya pada rezim Soeharto dengan politik “penyeragaman”nya. Tetapi yang ditonjolkan adalah (kebudayaan) Jawa sehingga jawanisasi makin kental. Akibatnya menenggelamkan keberagaman etnis dan budaya hanya oleh “persatuan dan kesatuan” yang telah menjadi jargon berpuluh tahun, paling parah dirasakan budaya-budaya dari etnis minoritas.

Dengan pemahaman seperti itu, kebudayaan akan mudah digerakkan dan dibentuk yang datang dari (pemerintah) pusat. Segala bentuk kebudayaan, seakan tergantung “paket” dari pusat. Jangan heran ketika Depdiknas memangkas Direktorat Kesenian kemudian dimarger ke Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, daerah (Pemprov Lampung) latah menghapus Subdin Kebudayaan dari Dinas Pendidikan. Sasaran pengajaran kebudayaan di jenjang SMA menjadi terputus. Bisa dibayangkan 5 atau 10 tahun mendatang, anak-anak didik jenjang SMA yang dianggap potensial untuk dibentuk menjadi manusia berbudaya akan makin asing dan tak mengenal sama sekali kebudayaan sendiri.

Sayangnya, baik kalangan budayawan, seniman, dan masyarajakat adat di Lampung, seperti tidak keberatan dihilangkannya Subdin Kebudayaan dari tubuh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Padahal, saya bisa pastikan, kebijakan Pemrov Lampung tidak dirahasiakan. Menyadari sifat kebudayaan tidak diwariskan secara genetika melainkan melalui proses belajar, baik secara formal maupun tidak formal; bukan milik individu; dan bersifat tradisional. Maka apakah kita menganggap tak ada masalah dengan hilangnya Subdin Kebudayaan dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung?

Menyatukan kebudayan dengan pariwisata, membuat kebudayaan dianggap sebagai benda, dan dihitung secara materi. Kebudayaan dipandang bagaimana bisa menjual dan dijual di pasar pariwisata. Dan jika kebudayaan tak bisa dijual dan menjual sebagai devisa negara (daerah), kalau tidak ditinggalkan maka bagaimana caranya direvitalisasi dan pelestarian demi pemuasan para pelancong (wisman-wisdom).

Persoalan dan nasib kebudayaan Lampung tidak bisa sepenuhnya berharap campurtangan terlalu jauh dari (pemerintah) pusat. Apalagi kabinet SBY yang juga tidak terlihat sense of culture dengan tidak membuat Departemen Kebudayaan tersendiri. Semampangnya, otonomi bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh daerah beserta kebudayaan daerah masing-masing. Oleh karena itu, (kebudayaan) Lampung dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri: Lampung. Ini dengan catatan masyarakat Lampung, apakah ia dari etnis Lampung ataukah etnis nonLampung, sama-sama sepakat untuk memajukan kebudayaan Lampung.

Masyarakat mendorong pemerintah daerah membuat Perda Kebudayaan sebagai political will untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan Lampung. Kenapa pemerintah Jawa Barat mampu menelurkan perda tentang kebudayaan, di Lampung sampai kini baru sebatas rancangan di meja legislatif? Mungkin rancangan perda kebudayaan itu masih lama, namun diperparah perilaku legislatif yang hanya mengenakan pakaian adat pada saat-saat tertentu enggan sementara pembuatannya telah mengeluarkan anggaran tidak kecil.

Di sinilah saatnya masyarakat mendesak pemerintah (daerah) membuka simpul-simpul tak berkembangnya kebudayaan Lampung. Ke depan, kita letakkan harapan sekaligus mendesak kepada calon gubernur/wakil gubernur serta wajah baru di legislatif hasil Pemiu 2009 untuk kehidupan (ber)kebudayaan Lampung. Harus ada strategi kebudayaan dalam pemerintahan yang baru di Lampung, sehingga pembangunan yang dilaksanakan di segala lini tetap bermatra kebudayaan. Artinya, merenovasi dan merevitalisasi kota melalui pembangunannya, tidak menghancurkan (meruislag) bangunan-bangunan yang sudah menjadi ikon (penanda), bangunan atau gedung berciri budaya Lampung tidak dipunahkan demi kota bernuansa modern.

sudut bandar lampung, 23 juni 2008

*) Disampaikan pada Seminar Kebudayaan Lampung bertema Marginalisasi Mayarakat Adat Lampung di Tengah Arus Globalisasi, Lembaga Peduli Budaya Lampung, Bandar Lampung, 29 Juni 2008.

** Isbedy Stiawan ZS, Sastrawan

Sumber: dklampung.org, 24 Juli 2008
http://ulunlampung.blogspot.com/2008/07/kebudayaan-lampung-di-mata-pendatang.html

Aksara Lampung dan budaya lainnya…

Ngomongin Lampung lagi ya… Kayaknya nggak bakal abis-abis deh bahan omongan tentang Lampung. Karena narsis daerah? Enggak juga deh…
Kali ini saya mau ngasih tau kalo Lampung tuh punya aksara sendiri. Aksara ini sering disebut ka-ga-nga. Aksara ini mirip dengan aksara Batak, aksara Bugis, dan aksara Sunda Kuna (yang bukan aksara Jawa ha-na-ca-ra-ka). Aksara-aksara ini memang bersaudara, sebab sama-sama diturunkan dari aksara Dewanagari di India.
Nih bentuknya
Aksara ini memang nggak terlalu sering dipake, bahkan oleh masyarakat asli Lampung. Tapi, di bangku SD dan SMP, masih ada pelajaran muatan lokal Bahasa Lampung yang salah satu materinya adalah aksara Lampung.
Selain aksara, sebenernya banyak budaya Lampung yang menarik buat saya (sebagai orang yang bukan keturunan asli Lampung tapi lahir dan besar di Lampung). Misalnya aja, kain khasnya yaitu tapis dan sulam usus yang makin ngetren aja. Trus alat musiknya, tariannya, dan tentunya bahasanya…
http://blognyamukti.wordpress.com/2008/07/01/aksara-lampung-dan-budaya-lainnya/

Melihat Kebesaran Budaya Lampung Melalui Kain Tapis




Selamat Datang di Bandar Lampung, Kota Tapis Berseri. Tulisan yang terletak di bagian bawah papan reklame besar yang akan menyambut Anda begitu memasuki Kota Bandar Lampung. Sayangnya, saya bukan baru memasuki Kota Bandar Lampung, melainkan telah meninggalkan kota ini.
Bandar Lampung memang sangat terkenal dengan kain tapisnya.bila anda datang ke Lampung menyempatkan dirilah untuk mencari kain tapis di Pasar Bambu Kuning. Di sini kita bisa menemukan banyak jenis kain tapis dengan motifnya yang beragam. Bahkan bagi yang ingin mencari suvenir, kita bisa mendapatkan tapis dalam bentuk selendang kecil ataupun hiasan dinding.
Di Lampung sendiri kita bisa menemukan berbagai macam kain tapis, antara lain tapis pepadun, tapis peminggir, tapis liwa, tapis abung, dan lain-lain. Setiap jenis kain tapis tersebut memiliki motif yang berbeda-beda. Misalnya, kalau kain tapis yang berasal dari daerah pesisir, seperti tapis liwa memiliki motif yang cenderung lebih luwes dengan menonjolkan motif flora. Sedangkan kain tapis pepadun dan tapis abung memiliki motif yang lebih primitif dan cenderung lebih kaku.
Beberapa daerah di Sumatera memang memiliki kain tradisional yang hampir mirip satu sama lain. Lampung memiliki kain tradisional kebanggaan berupa kain tapis dengan benang-benang emasnya. Kita coba menengok sedikit ke daerah Palembang, mereka mempunyai kain tradisional berupa kain songket. Kemudian kalau kita bergerak ke arah barat menuju Medan, di sana juga terdapat kain ulos khas Batak. Kalau kita perhatikan, perbedaan dari kain-kain tersebut terletak pada teksturnya. Kain ulos memiliki tekstur yang paling halus di antara ketiganya. Kemudian kain songket memiliki tekstur yang lebih kasar dan kain tapis memiliki tekstur yang paling kasar.
Kain tapis dulunya digunakan dalam upacara-upacara adat di lingkungan kerajaan. Setiap keluarga kerajaan memiliki tapis dengan motifnya tersendiri. Salah satu motif yang cukup terkenal adalah bintang perak. Bintang perak ini merupakan motif yang dipakai oleh para gadis untuk acara begawi (pernikahan). Dengan demikian, konsep strata dalam masyarakat Lampung pada jaman dulu dapat dilihat dari motif kain tapisnya.
Dengan berkembangnya zaman, kini kain tapis tak lagi digunakan oleh keluarga kerajaan saja melainkan telah digunakan oleh masyarakat Lampung secara umum. Hal ini juga memicu tumbuhnya sentra-sentra produksi kain tapis di berbagai desa di wilayah Lampung. Salah satu yang terkenal adalah Desa Sumberejo, Kecamatan Gunung Batu. Di sana kita bisa menemukan banyak penduduk setempat yang membuat kain tapis di rumahnya.
Umumnya satu kain tapis yang berukuran serimbit, ukuran kain sarung untuk bawahan yang biasa digunakan oleh ibu-ibu, dapat dihasilkan dalam waktu dua hingga tiga bulan. Lama pembuatannya disesuaikan dengan kerumitan motifnya. Harga kain tapis ini pun bermacam-macam, mulai dari seratus ribu rupiah. Seiring berkembangnya teknologi, kini penduduk setempat ada juga yang mulai menghasilkan kain tapis bordir yang harganya jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan tapis yang dijahit dengan menggunakan tangan.
http://aci.detik.travel/read/2010/11/01/003158/1480981/1001/melihat-kebesaran-budaya-lampung-melalui-kain-tapis